Monday, June 9, 2014

Istri - Istri Bung Karno


Bung Karno, Presiden pertama Indonesia yang terkenal sebagai seorang pria karismatik memiliki 9 istri. Yang secara bergantian mengisi kehidupan Bung Karno mulai dari awal hingga akhir hidupnya. Berikut ini Istri-istri Bung Karno :


Oetari Sukarno
1. Oetari Tjokroaminoto

Putri dari pahlawan nasional pemimpin Sarekat Islam, HOS Tjokroaminoto yang juga merupakan guru Soekarno ini, dinikahi soekarno sewaktu masih berumur 16 tahun sementara soekarno sendiri baru berumur 20 tahun. Pernikahan keduanya hanya bertahan seumur jagung, karena Oetari yang masih kekanak-kanakan sementara soekarno sudah terjun kedalam perjuangan dan pergerakannya.

Inggit Garnasih Sukarno
2. Inggit Garnasih

Wanita kedua yang menjadi istri soekarno adalah Inggit Garnasih, pada tahun 1921 waktu soekarno kos di bandung, Soekarno baru berusia 20 tahun sedangkan Inggit sudah berusia 31 tahun. Waktu itu Inggit sudah memiliki Suami yaitu, Haji Sanusi akan tetapi semenjak awal Soekarno sudah mengagumi Inggit yang matang dan cantik dan akhirnya pada tahun 1923 Soekarno bisa merebut cinta Inggit dan menikahinya. 20 tahun mengarungi bahtera pernikahan tanpa dikaruniai anak, pada tahun 1943 Soekarno menceraikan Inggit karena tidak mau dimadu.


Fatmawati Sukarno

3. Fatmawati

Ketika dibuang di bengkulu, Soekarno bertemu dengan biduan hati ketiganya, Ibu Negara pertama kita, Fatmawati atau Fatimah. Hubungan dengan Fatmawati membuat pernikahan dengan Inggit harus berakhir, Inggit yang menolak dipoligami memilih untuk pulang ke bandung. Tanggal 1 Juni 1943, Soekarno yang kala itu sudah berusia 41 tahun menikahi Fatmawati yang baru berusia 20 tahun. Pasangan ini dikarunai 5 orang anak, yang mana salah satunya adalah Megawati Soekarnoputri yang kita kenal sebagai Presiden ke empat Republik Indonesia.


Hartini Soekarno
4. Hartini

Tahun 1953, 8 tahun sejak kemerdekaan Indonesia, Soekarno meminang Hartini seorang janda beranak lima. Ada dua versi dari awal kisah cinta mereka, ada yang menyebutkan mereka bertemu di Candi Prambanan ada juga yang menyebutkan mereka bertemu pertama kali di rumah dinas Walikota Salatiga. Hartini tetap berstatus sebagai istri Soekarno hingga ajal menjemput Sang Putra Fajar. Dipangkuan Hartinilah, Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya.


Kartini Manoppo Sukarno
5. Kartini Manoppo

Kartini Manoppo menikah dengan Bung Karno pada tahun 1959, Kartini adalah wanita dari Bolang Mongondow yang merupakan mantan pramugari Garuda Indonesia, pertama kali Bung Karno mengetahui Kartini Manoppo dari lukisan Basuki Abdullah. Ketika melihat lukisan tersebut, Bung Karno terpesona dan dari situlah di mulai hubungan antara mereka berdua, awalnya Bung Karno meminta Kartini untuk ikut terbang setiap kali sang Presiden melakukan kunjungan luar negeri. Akhirnya pada penghujung tahun 1959 pasangan ini menikah, dan pada tahun 1967 keduanya dikaruniai seorang putra bernama Totok Suryawan Sukarno.


Ratna Sari Dewi Sukarno
6. Ratna Sari Dewi

Wanita dari Jepang yang bernama asli Naoko Nemoto ini baru berusia 19 tahun ketika dipinang oleh Soekarno. Ketika menikah dengan Soekarno pada 1962, Naoko merubah namanya menjadi Ratna Sari Dewi Soekarno. Dari pernikahannya ini beliau dikaruniai seorang anak bernama Kartika Sari Dewi Soekarno. Setelah Soekarno turun dari tahtanya, Ratna Sari Dewi menetap diberbagai negara seperti Swiss, Prancis dan Amerika Serikat. Ada beberapa kontroversi yang ditimbulkan oleh Ratna Sari Dewi seperti perkelahian dengan Minnie Osmena cucu mantan presiden Filipina Sergio Osmena tetapi yang berdampak langsung terhadap masyarakat Indonesia adalah peluncuran buku fotografi di Jepang yang menampilkan foto Ratna Sari Dewi separuh telanjang dan tato ditubuhnya. Hal ini dianggap banyak masyarakat Indonesia sebagai pelecehan terhadap nama Soekarno dan warisannya.


Haryati Sukarno
7. Haryati

Haryati adalah seorang penari Istana yang baru berusia 23 tahun ketika dipinang menjadi istri Soekarno, sementara Soekarno sendiri sudah berusia 62 tahun waktu itu. Kisah cinta Soekarno dan Haryati hanya berlangsung singkat, 3 tahun usia perkawinan mereka tanpa menghasilkan anak, Soekarno menceraikan Haryati karena beralasan sudah tidak ada kecocokan diantara mereka berdua.



Yurike Sanger Sukarno
8. Yurike Sanger
Pertemuan pertama bung karno dengan Yurike yang waktu itu masih duduk di bangku SMP ketika Yurike mengikuti Barisan Bhinneka Tunggal Ika. Seiring dengan intensintas pertemuan keduanya, benih-benih cinta mulai tumbuh, mulai dari duduk bersebelahan hingga mengantarkan Yurike pulang kerumahnya.Setelah menjalin hubungan selama beberapa waktu, pada tahun 1964 Bung Karno pun mempersunting Yurike untuk menjadi Istrinya, seorang remaja yang baru menginjak kelas 2 di SMA menjadi Istri seorang Presiden. Tapi tak selamanya hubungan keduanya di naungi langit cerah, kekuasaan Soekarno pudar, puncaknya tahun 1968 setahun setelah pemakzulan Bung Karno, dengan keadaan keuangan yang tidak menentu, Bung Karno meminta Yurike untuk mengajukan cerai, karena Yurike sendiri masih muda dan Bung Karno menganggap lebih baik seperti itu daripada mereka bersama.



Heldy Sukarno
9. Heldy Djafar

Heldy Djafar, gadis asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ini dinikahi oleh Bung Karno ketika masih berusia 18 tahun, padahal waktu itu usia Bung Karno sudah menginjak 65 Tahun. Keduanya menikah pada tahun 1966 disaat kekuasaan soekarno sudah mulai tenggelam, pernikahan keduanya ternyata hanya bertahan selama 2 tahun, Soekarno diasingkan di Wisma Yaso, sehingga komunikasi diantara keduanya pun semakin terhambat dan hubungan yang ada pun semakin merenggang. Akhirnya pada pertengahan tahun 1968 Heldy menikah lagi dengan seorang pria bernama Gusti Suriansyah Noor.


Demikianlah sekilas kehidupan pernikahan Bung Karno. Untuk sekedar informasi dan penambah wawasan.

Wednesday, May 7, 2014

Hari - Hari Terakhir Kehidupan Bung Karno




Tak lama setelah mosi tidak percaya Parlemen bentukan Nasution di tahun 1967 dan MPRS menunjuk Suharto sebagai Presiden RI, Bung Karno menerima surat untuk segera meninggalkan Istana dalam waktu 2 X 24 Jam.

Bung Karno dengan wajah sedih membaca surat pengusiran itu. Ia sama sekali tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya.

Wajah-wajah tentara yang diperintahkan Suharto untuk mengusir Bung Karno tidak bersahabat lagi. "Bapak harus cepat meninggalkan Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang".

Bung Karno pergi ke ruang makan dan melihat Guruh sedang membaca sesuatu di ruang itu. "Mana kakak-kakakmu?" kata Bung Karno.

Guruh menoleh ke arah Bapaknya dan berkata , "Mereka pergi ke rumah Ibu" rumah Ibu yang dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru.

Bung Karno berkata lagi "Mas Guruh, Bapak sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu, jangan kamu ambil lukisan atau hal lain, itu punya negara,".

Kata Bung Karno lalu ia pergi ke ruang depan dan mengumpulkan semua ajudan-ajudannya yang setia. Beberapa ajudannya sudah tidak kelihatan, ia maklum, ajudan itu sudah ditangkapi karena diduga terlibat Gestapu.

"Aku sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun, Lukisan-lukisan itu, souvenir, dan macam-macam barang itu milik negara".

Semua ajudan menangis Bung Karno mau pergi, "Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan" salah satu ajudan hampir berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno.

"Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda kita jelas hidungnya beda dengan hidung kita, perang dengan bangsa sendiri tidak..lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara".

Beberapa orang dari dapur berlarian saat tahu Bung Karno mau pergi, mereka bilang "Pak kami tidak ada anggaran untuk masak, tapi kami tidak enak bila bapak pergi belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk masak agak enak dari biasanya"

Bung Karno tertawa "Ah, sudahlah sayur lodeh basi tiga hari itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini perlunya apa...."

* * *

Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya datang seorang perwira suruhan Orde Baru. "Pak, bapak segera meninggalkan tempat ini"

Beberapa tentara sudah memasuki beberapa ruangan. Dalam pikiran Bung Karno yang ia takuti adalah bendera pusaka. Ia ke dalam ruang membungkus bendera pusaka dengan kertas koran lalu ia masukkan bendera itu ke dalam baju yang dikenakannya di dalam kaos oblong, Bung Karno tahu bendera pusaka tidak akan dirawat oleh rezim ini dengan benar.

Bung Karno lalu menoleh pada ajudannya Saelan. "Aku pergi dulu" kata Bung Karno hanya dengan mengenakan kaus oblong putih dan celana panjang hitam.

"Bapak tidak berpakaian dulu" Bung Karno mengibaskan tangannya, ia terburu buru. Dan ke luar dari Istana dengan naik mobil VW kodok, ia minta diantarkan ke rumah Ibu Fatmawati di Sriwijaya, Kebayoran.

Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia sudah meminta agar Bendera Pusaka itu dirawat hati-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi daun-daun yang tumbuh di halaman.

Kadang-kadang ia memegang dadanya, Ia sakit ginjal para,h namun obat-obatan yang biasanya diberikan tidak kunjung diberikan. Hanya beberapa minggu Bung Karno di Sriwijaya, tiba-tiba datang satu truk tentara ke rumah Sriwijaya.

* * *

Suatu saat Bung Karno mengajak ajudannya yang bernama Nitri yang orang Bali untuk jalan-jalan. Saat melihat duku Bung Karno bilang "Aku pengen duku.. Tri, Sing Ngelah Pis, aku tidak punya uang"

Nitri yang uangnya juga sedikit ngelihat dompetnya, ia cukup uang untuk beli duku. Lalu Nitri mendatangi tukang duku dan berkata "Pak bawa dukunya ke orang yang ada di dalam mobil"

Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke Bung Karno "Mau pilih mana Pak, manis-manis nih" kata Tukang Duku dengan logat betawi.

Bung Karno berkata "Coba kamu cari yang enak"

Tukang Duku-nya merasa sangat akrab dengan suara itu dan dia berteriak "Lha itu kan suara Bapak...Bapak...Bapak"

Tukang Duku berlari ke teman-temannya pedagang "Ada Pak Karno...ada Pak Karno" serentak banyak orang di pasar mengelilingi Bung Karno. Bung Karno tertawa, tapi dalam hati ia takut orang ini akan jadi sasaran tentara, karena disangka mereka akan mendukung Bung Karno. "Tri cepat jalan".....

* * *

Mendengar Bung Karno sering ke luar rumah, maka tentara dengan cepat memerintahkan Bung Karno diasingkan.

Di Bogor, dia diasingkan ke Istana Batu Tulis dan dirawat oleh: Dokter Hewan .....

Lalu Rachmawati datang dan melihat ayahnya, ia menangis keras-keras saat tahu wajah ayahnya bengkak-bengkak dan sulit jalan, Rachmawati adalah puteri Bung Karno yang paling nekat. Malamnya ia memohon pada bapaknya agar pergi ke Jakarta saja dan dirawat keluarga.

"Coba aku tulis surat permohonan pada Presiden" kata Bung Karno dengan mengucurkan air mata. Dia menulis surat dengan tangan bergetar, dan pagi-pagi sekali Rachma ke Cendana, rumah Suharto.

Di Cendana ia ditemui Bu Tien yang kaget karena ada Rachma di sana. Bu Tien memeluk Rachma dan di saat itu Rachma bercerita tentang nasib bapaknya, hati Bu Tien rada tersentuh dan menggenggam tangan Rachma lalu membawanya ke atas, ke ruang kerja Pak Harto.

"Lho Mbak Rachma ada apa?" Kata Pak Harto dengan nada santun,

Rachma-pun menceritakan kondisi ayahnya.

Pak Harto berpikir sejenak dan dia menuliskan memo untuk diperintahkan kepada anak buahnya, agar lalu dia dipindahkan ke Wisma Yaso, yang sama sekali tidak terawat. Kamar Bung Karno sudah berantakan sekali, bau dan tidak diurus. Bung Karno tidak boleh ke luar kamar. Seringkali ia dibentak bila akan melakukan sesuatu.

Dokter yang diperintahkan untuk merawat, Profesor Mahar Mardjono sampai mau menangis, saat tahu bahwa semua obat-obatan yang biasa digunakan oleh Bung Karno, dibersihkan dari laci obat atas dasar perintah Perwira Tinggi.

Mahar hanya bisa memberikan vitamin dan Royal Jelly, yang sesungguhnya adalah madu. Jika sulit tidur, dia diberi valium, Sukarno tidak diberikan obat, bila terjadi pembengkakan ginjal.

Rumor yang mengatakan Bung Karno hidup sengsara, banyak beredar di masyarakat, Beberapa orang diketahui akan nekat membebaskan Bung Karno, tapi penjagaan sangat ketat.

* * *

Pada awal tahun 1970, Bung Karno datang ke rumah Fatmawati untuk menghadiri pernikahan Rachmawati. Muka Bung Karno sudah bengkak. Ketika banyak orang tahu Bung Karno datang ke rumah itu, orang banyak berteriak "Hidup Bung Karno ... Hidup Bung Karno ... Hidup Bung Karno !!!"

Sukarno yang reflek, karena ia tahu benar dengan suasana gegap gempita, tertawa dan melambaikan tangan, Tapi, dengan kasar tentara menurunkan tangan Sukarno, dan menggiringnya ke dalam. Bung Karno paham, dia adalah tahanan politik.

* * *

Masuk ke bulan Februari, penyakit Bung Karno parah sekali, Ia tidak kuat berdiri, Tidur saja, Tidak boleh ada orang yang bisa masuk.

Ia sering berteriak kesakitan, biasanya penderita penyakit ginjal memang akan diikuti kondisi psikis yang kacau. Ia berteriak "sakit ... sakit ya Allah .."

Tapi tentara terpaksa diam saja, karena disuruh komandan, Sampai ada salah satu tentara yang sampai menangis, mendengar teriakan Bung Karno di dalam kamar, sambil tangannya memegang senjata.

Kepentingan politik tak mungkin bisa membendung rasa kemanusiaan, dan air mata adalah bahasa paling jelas dari rasa kemanusiaan itu. Hatta yang dilapori kondisi Bung Karno menulis surat pada Suharto, dan mengecam cara merawat Sukarno.

Di rumah Hatta duduk di beranda, ia menangis diam-diam mengenang sahabatnya itu.

Lalu dia bicara pada isterinya Rachmi, untuk bertemu dengan Bung Karno. "Kakak tidak mungkin bisa ke sana, Bung Karno sudah jadi tahanan politik"

Hatta menoleh pada isterinya "Sukarno adalah orang terpenting dalam pikiranku, dia sahabatku, Kami pernah dibesarkan dalam suasana yang sama, agar negeri ini merdeka. Bila memang ada perbedaan di antara kita, itu lumrah, tapi aku tak tahan mendengar berita Sukarno terlalu sakit seperti ini".

Hatta menulis surat dengan nada tegas kepada Suharto, untuk bertemu Sukarno, Ajaibnya surat Hatta langsung disetujui, ia boleh menjenguk Sukarno.

Hatta datang sendirian ke kamar Bung Karno yang sudah hampir tidak sadar, Tubuhnya tidak kuat menahan sakit ginjal. Bung Karno membuka matanya. Hatta terdiam dan berkata pelan "Bagaimana kabarmu, No" kata Hatta, Ia tercekat, mata Hatta sudah basah.

Bung Karno berkata pelan dan tangannya berusaha meraih lengan Hatta "Hoe gaat het met Jou" kata Bung Karno dalam bahasa Belanda -Bagaimana pula kabarmu, Hatta- .

Hatta memegang lembut tangan Bung Karno dan mendekatkan wajahnya, Air mata Hatta mengenai wajah Bung Karno, dan Bung Karno menangis seperti anak kecil.

Dua proklamator bangsa ini menangis, di sebuah kamar yang bau dan rusak, Kamar yang menjadi saksi ada dua orang yang memerdekakan bangsa ini, di akhir hidupnya merasa tidak bahagia, Suatu hubungan yang menyesakkan dada.

Tak lama setelah Hatta pulang, Bung Karno meninggal. Sama saat Proklamasi 1945, Bung Karno menunggui Hatta di kamar, untuk segera membacai Proklamasi, Saat kematiannya, Bung Karno juga menunggu Hatta dulu, baru ia berangkat menemui Tuhan.

* * *


Mendengar kematian Bung Karno rakyat berjejer-jejer di jalan. Rakyat Indonesia dalam kondisi bingung. Banyak rumah yang orang-orangnya menangis karena Bung Karno meninggal.

Tapi tentara memerintahkan agar jangan ada rakyat yang hadir di pemakaman Bung Karno. Bung Karno ingin dikesankan sebagai pribadi yang senyap. Tapi, sejarah akan kenangan tidak bisa dibohongi. Rakyat tetap saja melawan untuk hadir.

Hampir 5 kilometer orang antre untuk melihat wajah Bung Karno, Di pinggir jalan Gatot Subroto, banyak orang berteriak menangis. Di Jawa Timur tentara yang melarang rakyat melihat jenasah Bung Karno, menolak dengan hanya duduk-duduk di pinggir jalan, Mereka diusiri, tapi datang lagi. Begitu cintanya rakyat Indonesia pada Bapaknya. Tahu sikap rakyat seperti itu, akhirnya tentara menyerah.

Jutaan orang Indonesia berhamburan di jalan-jalan pada 21 Juni 1970. Hampir semua orang Indonesia yang rajin menulis catatan hariannya, pasti mencatat tanggal itu sebagai tanggal meninggalnya Bung Karno dengan rasa sedih,

Koran-koran yang isinya hanya menjelek-jelekkan Bung Karno, sontak tulisannya memuja Bung Karno.

Bung Karno yang sewaktu sakit dirawat oleh dokter hewan, tidak diperlakukan secara manusiawi, Meninggalnya, dengan cara yang agung. Jutaan rakyat berjejer di pinggir jalan, Mereka datang karena cinta, bukan paksaan.

Dan sejarah menjadi saksi bagaimana sebuah bangsa memperlakukan orang yang kalah. Walau pun orang yang kalah, adalah orang yang memerdekakan bangsanya, Orang yang menjadi alasan terbesar, kenapa Indonesia harus berdiri. Tapi diperlakukan layaknya binatang, Semoga. kita tidak mengulangi kesalahan seperti itu. .......
   
   
Bung Karno Meninggal
21 Juni - Tanggal meninggalnya Bung Karno.




Sumber : "Sukarno, Bendera Pusaka dan Kematiannya"
Oleh: Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto

Monday, April 21, 2014

Misteri Tongkat Komando dan Kesaktian Sukarno



Dalam khasanah politik Indonesia, ‘ageman’ atau ‘pegangan’ itu adalah hal biasa. Jangankan pembesar negara, petinggi tingkat kota atau kabupaten pasti memiliki ageman.

Pak Harto sendiri punya ageman banyak yang bilang pusat kekuatan Pak Harto itu ada di Bu Tien Suharto, banyak yang bilang juga di ‘konde’ bu Tien. Tapi yang jelas Pak Harto adalah seorang pertapa, seorang ahli kebatinan tinggi, ia senang tapa kungkum di tempuran (tempuran = pertemuan dua arus kali) di Jakarta ia sering sekali bertapa di dekat Ancol tengah malam, saat tarik ulur dengan Bung Karno antara tahun 1965-1967.

Sedangkan Ageman Bung Karno adalah tongkat komando Yang selalu menemani kemanapun Beliau pergi.

KESAKTIAN BUNG KARNO
Bung Karno  dikenal sebagai seorang waskita, bahkan orang-orang bali percaya kalau dia adalah reingkarnasi dari sang Wisnu, dewa hujan dalam agama hindu. Pernah suatu ketika, bung Karno berkunjung ke Bali, maka terjadilah suatu keanehan yang sangat mengejutkan. Waktu itu Bali tengah dilanda kemarau yang sangat parah. Namun ketika Bung Karno tiba, langsung turun hujan dengan derasnya.

Putra dari pasangan Raden Sukemi Sosrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai memang sewaktu mudanya banyak menimba berbagai macam aji kanuragan, aji kesaktiaan atau aji kadigdayaan. Makanya baik kawan maupun lawan segan bila berhadapan dengan nya. Bahkan tidak sedikit kaum hawa yang bertekuk lutut padanya hanya sekali kerling.

Menurut sebuah sumber, Bung Karno memiliki aji yang bernama Aji Pojoking Jagat, salah satu kesaktian tingkat tinggi warisan dari kanjeng Sunan Kalijaga. Aji Pojoking Jagat ini memiliki kegunaan bisa berjalan di atas air, bisa mengarungi lautan api tanpa terbakar, lolos dari semua senjata tajam dan lain sebagainya.

Untuk memiliki aji seperti ini harus melakukan tapa pendem (dikubur hudup-hidup) selama 100 hari 100 malam. Aji Pojoking Jagat adalah ilmu wali, makanya Bung Karno setelah mendapatkan ajian ini menjadi manusia setengah wali. Konon Aji Pojoking Jagat ini pernah diburu oleh Pak Harto (Suharto) ketika dia masih berkuasa.

Dulu menurut kesaksian penduduk asli Cikini pernah melihat Bung Karno berjalan di antara rinai hujan tanpa basah sedikitpun. Kemudian pernah pula melihat Bung Karno berpergian bersama ajudannya dengan mobil kap terbuka dan ditembaki oleh seseorang tak dikenal, pelurunya hanya mampu menembus badan mobil. Diyakini ini akibat dari Aji Pojoking Jagat ini. 

Kesaktian Bung Karno sebenarnya adalah ‘kesaktian’ tiban, ‘tiban’ adalah suatu istilah Jawa yang berarti kesaktian yang dimiliki tanpa proses belajar. Waktu lahir Sukarno bernama Kusno, ia sering sakit keras kemudian diganti namanya menjadi Sukarno. Setelah sehat, datanglah kakek Sukarno, Hardjodikromo datang dari Tulungagung untuk berjumpa dengan Sukarno kecil saat itu, sang Kakek melihat ada sesuatu yang lain di anak ini. Kakek Sukarno sendiri adalah seorang sakti, ia bisa menjilati bara api pada sebuah besi yang menyala. – Rupanya di lidah Sukarno ada kemampuan lebih yaitu mengobati orang, Sukarno dicoba untuk mengobati bagian yang sakit dengan menjilat. Dan benar sembuh. Kakek Sukarno, tau bahwa kesaktian ini harus diubah agar cucunya jangan hanya menjadi dukun, tapi harus menjadi seorang yang amat berguna untuk bangsanya.

Kakek Sukarno; Hardjodikromo adalah seorang pelarian dari Jawa Tengah yang menolak sistem tanam paksa Cultuurstelsel Van Den Bosch, ia ke Tulungagung dan memulai usaha sebagai saudagar batik. Leluhur Bung Karno dari pihak Bapaknya adalah Perwira Perang Diponegoro untuk wilayah Solo. Nama leluhur Bung Karno itu Raden Mangundiwiryo yang berperang melawan Belanda, Mangundiwiryo ini adalah orang kepercayaan Raden Mas Prawirodigdoyo salah seorang Panglima Diponegoro yang membangun benteng-benteng perlawanan antara Boyolali sampai Merbabu. Setelah selesainya Perang Diponegoro, Raden Mangundiwiryo diburu oleh intel Belanda dan ia menyamar jadi rakyat biasa di sekitar Purwodadi,

Mangundiwiryo memiliki kesaktian yaitu ‘Ucapannya bisa jadi kenyataan’ istilahnya ‘idu geni’. Rupanya ini menurun pada Bung Karno. Melihat kemampuan ‘idu geni’ Bung Karno itu, Kakeknya Hardjodikromo berpuasa siang malam agar cucunya bisa memiliki kekuatan batin, pada suatu saat Hardjodikromo bermimpi rumahnya kedatangan seorang yang amat misterius, berpakaian bangsawan Keraton Mataram dan mengatakan dengan amat pelan ‘bahwa cucumu adalah seorang Raja bukan saja di Tanah Jawa, tapi di seluruh Nusantara’. Kelak Hardjodikromo mengira bahwa itu adalah perwujudan dari Ki Juru Martani, seorang bangsawan Mataram paling cerdas.

Sejak mimpi itu, kemampuan Bung Karno menjilat dan menyembuhkan langsung hilang berganti dengan ‘kemampuan berbicara yang luar biasa hebat’.



TONGKAT KOMANDO SUKARNO
Tongkat Bung Karno itu dibuat dari bahan kayu Pucang Kalak, Pohon Pucang itu banyak, tapi Pucang Kalak itu hanya ada di Ponorogo, pohon Pucang. Tongkat Komando Bung Karno sendiri dipakai sejak 1952, setelah peristiwa 17 Oktober 1952. -Suatu malam Bung Karno didatangi orang dengan membawa sebalok kayu Pohon Pucang Kalak yang ia potong dengan tangannya, balok itu diserahkan pada Bung Karno. ”Untuk menghadapi Para Jenderal” kata orang itu. Lalu Bung Karno menyuruh salah seorang seniman Yogyakarta untuk membuat kayu itu menjadi tongkat komando.

Bung Karno memiliki tiga tongkat komando yang bentuknya sama, satu tongkat yang ia bawa ke luar negeri, satu tongkat untuk berhadapan dengan para Jenderalnya dan satu tongkat waktu ia berpidato. Namun kalau keadaan buru-buru dan harus pergi, yang kerap ia bawa adalah tongkat sewaktu ia berpidato.

Pernah suatu saat Presiden Kuba, Fidel Castro memegang tongkat Bung Karno dan bercanda “Apakah tongkat ini sakti seperti tongkat kepala suku Indian?” Bung Karno tertawa saja, saat itu Castro meminta peci hitam Bung Karno dan Bung Karno pake pet hijau punya-nya Castro. “Pet ini saya pakai waktu saya serang Havana dan saya jatuhkan Batista” kata Castro mengenai Pet hijaunya itu.
Apakah tongkat Bung Karno itu memiliki kesaktian? seperti Keris Diponegoro ‘Kyai Salak’ atau keris Aryo Penangsang ‘Kyai Setan Kober’ wallahu’alam .